WAGATABERITA.COM – SURABAYA. Komunitas Anti Korupsi (KAKu) dan Gerakan Putra Daerah (GPD) meminta Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya dan Kepala Pengadilan Negeri Surabaya untuk memenjarakan otak dan pelaku pemerasan di lingkungan Pelindo III Surabaya, Selasa (04/04/2017).
Menurut kelompok masyarakat yang tergabung dalam KAKu dan GPD itu, pelaku pemerasan yang melibatkan Rahmat Satria (RS), Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis Pelindo III Surabaya dan mantan Direktur Utama Pelindo III Surabaya Ir. Djarwo Surjanto beserta istrinya, Mieke Yolanda (Nonik) merupakan kejahatan yang luar biasa.
‘’Mereka harus dipenjarakan ‘’kata Kordinator Lapangan (Korlap) Udin, saat berdialog dengan Perwakilan PN Surabaya, Sigit Sutriono di PN Surabaya, Selasa (04/04/2017).
Dalam pertemuan kurang lebih 30 menit, Sigit Sutriono yang juga Kepala Humas PN Surabaya itu, berjanji akan menyampaikan tuntutan para pendemo kepada Ketua PN Surabaya. ‘’Saya akan sampaikan kepada ketua, biar beliau yang akan memanggil majelis hakim yang menangani kasus ini, ‘’ujarnya.
Kelompok masyarakat itu juga meminta agar Djarwo dan Nonik segera ditahan, jangan hanya dikenakan tahanan kota sehingga leluasa menghirup udara bebas. Sementara rekan – rekannya sudah ditahan. Ini artinya tidak ada keadilan. Mereka sama – sama terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Tim Saber Pungli Mabes Polri.
Atas OTT itu, kepolisian terus mengembangkan kasus pungutan liar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Tim Sapu Bersih Pungli Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Satuan Petugas Dwelling Time Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak berhasil melakukan OTT kepada oknum PT Pelindo III Surabaya dengan nilai uang sebesar Rp 6 miliar.
Itu sebabnya, Kamis (10/11/2016) lalu, telah memeriksa mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Djarwo Surjanto. Saat itu Djarwo langsung ditetapkan sebagai tersangka, tapi belum ditahan.
Djarwo waktu itu diperiksa sehubungan dengan aliran uang pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan PT Akara Multi Karya (AMK), mitra anak perusahaan Pelindo III, PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS).
Saat diperiksa, Djarwo ditanyai mengenai hubungannya dengan Direktur Utama PT Akara Augusto Hutapea.
Atas penagkapan itu, juga ikut diperiksa Firdiat Firman dan Dothy Harjanto serta Direktur Utama PT. TPS ikut diperiksa Bareskrim Polri waktu itu.
Hingga saat ini Djarwo dan Nonik tidak ditahan. Keduanya hanya dikenakan tahanan kota sehingga masih dapat menghirup udara bebas.
Alasan pihak Kejari Tanjung Perak Surabaya tidak menahan Djarwo dan Nonik karena kemanusiaan dan alasan anak – anaknya. Padahal, kata para praktisi anti korupsi itu, salah satu anaknya bernama Pragola Jiwa Suryanto sudah berstatus pegawai di PT Pelindo III.
Itu sebabnya, mereka menilai alasan tersebut tidak masuk akal. Pihak Kejari tidak melihat bahwa apa yang dilakukan Djarwo Cs adalah sebuah kejahatan dengan memperkaya diri sendiri.
Pihak KAKu dan GPD berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga semua pelaku pungli dipenjara. Jika tuntutsn mereka tidak dipenuhi, mereka akan kembali mendatangi PN Surabaya dengan jumlah massa yang lebih besar.
‘’Kami besok akan kembali turun ke pegadilan untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas,‘’ tandas Udin. Penangkapan berawal dari operasi tangkap tangan Direktur PT Akara Multi Karya Augusto Hutapea (AH), pada Selasa, 1 November 2016 lalu.
Dia ditangkap saat sedang meminta pungutan kepada importir. Tim Saber Pungli Mabes Polri pada saat OTT berhasil menyita Rp 600 juta uang cash. Namun, total nilainya dari kasus itu mencapai Rp 10 miliar. Data yang ada menyebutkan, AH bisa mengumpulkan uang pungutan liar sebesar Rp 5 – 6 miliar tiap bulan. (Haludin Ma’waledha/Dir)