WAGATABERITA.COM – SURABAYA. Banyak pelanggaran hukum terjadi di Indonesia. Para pelanggar hukum yang ditangkap dan di vonis bersalah pastinya akan merasakan jeruji besi penjara. Para warga binaan (napi) di lapas tak hanya lelaki tetapi wanita pun cukup banyak yang menjadi warga binaan di lapas di Indonesia karena perbuatan mereka melanggar hukum. Senin (14/02/2022).
Berbagai latar belakang masalah terjadi sehingga pelanggaran hukumpun dilakukan yang akhirnya mereka harus menjadi warga binaan tetapi masalahnya tak hanya lelaki yang melakukan tindakan melanggar hukum, wanitapun banyak yang melakukan pelanggaran hukum tersebut bahkan wanita dengan kondisi hamil pun cukup banyak yang menjadi warga binaan sehingga mereka harus melahirkan di Lapas bahkan harus mengurus anak mereka yang baru lahir di lapas.
Kondisi yang begitu memprihatinkan ini membuat iba Lamtiar yang kemudian mengunjungi lapas untuk memastikan kenyataan pahit tersebut hingga akhirnya mengangkat kisah nyata ini menjadi sebuah film dokumenter panjang yang menceritakan bagaimana kehidupan para warga binaan dengan kondisi hamil dan melahirkan hingga mengurusi anak mereka di Lapas yang berhasil memenangkan nominasi terbaik FFI 2021.
Lamtiar sendiri mengatakan saat melakukan shuting di dalam lapas banyak sekali menemukan kondisi – kondisi memprihatinkan para ibu hamil termasuk anak – anak yang harus diurusi dalam lapas dimana sebagian kejadiannya dikisahkan dalam film produksinya berjudul ‘INVISIBLE HOPES.’
“Kami shuting di 4 lapas 2 di Jakarta 2 di Bandung tapi demi kepentingan cerita film kita fokus di lapas Pondok Bambu selama kami shuting dipenjara 6 bulan saya menemukan 50 ibu hamil dan 16 anak ditambah lagi 20 anak selama 6 bulan shuting dalam lapas,” terang Lamtiar usai nonton bareng yang di lakukan di salah satu bioskop di Surabaya.
Tiar melanjutkan awalnya dirinya tak mengetahui kalau ada anak yang dilahirkan dalam penjara dan dibesarkan dalam penjara, “saya mendapat informasi dari seorang teman yang aktivis anak mengatakan banyak anak yang lahir dan dibesarkan dalam penjara. Sehingga saya kaget dan karena belum pernah terjadi reset jumlahnya saya tergerak untuk melakukan reset sehingga berhasil membuat film tersebut,” Ungkapnya.
Lamtiar mengangap tak adil yang terjadi bagi kehidupan anak – anak ini, “tak ada biaya yang diberikan bagi kehidupan anak – anak ini. Bahkan makan pun dalam penjara mereka tak diberikan sehingga orang tua mereka harus membiayai sendiri atau didapat dari donatur, Negara dipastikan tak hadir bagi kehidupan mereka.” Jelasnya.
Lamtiar menambahkan dalam pembuatan film ini tidak dalam rangka menyalahkan siapapun menjelekan pihak tertentu ditegaskan tak semua penjara kondisinya separah itu ada yang jauh lebih baik walau ada pula yang lebih buruk. “Yang perlu kita kritisi adalah anak tak seharusnya hidup dalam penjara dan perempuan hamil punya kebutuhan yang cukup berbeda, punya kebutuhan khusus jangankan dalam penjara di luar pun mereka sangat membutuhkan perlakuan khusus,” Pastinya. (Juliman)