WAGATABERITA.COM – JAKARTA. Kasus Gangguan Ginjal Akut Pada Anak (GG APA) ditemukan di Indonesia. Pertama kali kasus GGAPA ditemukan sejak Agustus 2022 lalu membuat Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan bertindak cepat dan fokus untuk melakukan penyelamatan pada nyawa korban.
Dengan bekerja sama dengan berbagai pihak diantaranya IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Farmakolog dan Puslabfor Polri Kemenkes berupaya menentukan apa penyebab GGAPA di Indonesia, bahkan uji dan pemeriksaan laboratorium juga langsung dilakukan Kemenkes agar ditemukan penyebab pasti dan faktor risiko dari gangguan ginjal akut tersebut.
Langkah awal yang dilakukan diantaranya melakukan pemeriksaan terkait bakteri, virus juga penyebab organik lainnya guna mencari penyebabnya. Tetapi demikian langkah awal pengobatan saat itu tidak sesuai harapan yang diinginkan hasil dirasakan belum optimal karena kasus – kasus baru dan kematian terus terjadi saat itu.
- VAKSIN BOLEH TAK SESUAI DOMISILI INI EDARANNYA
- VAKSIN SINOVAC AMAN UNTUK LANSIA BERIKUT PENJELASAN BPOM TENTANG HASIL UJI KLINISNYA
- BERIKUT 10 DAERAH JATIM YANG TELAH SELESAIKAN VAKSIN PADA NAKES
- DIHARAP SUKSESKAN VAKSIN COVID GOLONGAN MASYARAKAT BERIKUT YANG TERIMA VAKSIN YANG DATANG KALI INI
- BUKTIKAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH ATAS KESEHATAN RAKYAT BERIKUT NAMA PEMIMPIN JATIM YANG MENERIMA VAKSIN PERTAMA
Pantang menyerah tim besutan Kemenkes terus mengambil langkah cepat dengan mencari informasi lanjutan dan menduga kemungkinan adanya zat toksik dan kemudian melakukan pemeriksaan pada sisa sampel obat yang dikonsumsi para pasien dan akhirnya ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan Acute kidney injury (AKI) yang diartikan gagal ginjal akut.
Menanganin kasus GGAPA akhirnya Pemerintah melakukan penanggulangan dengan cara yang sama saat melakukan penanggulangan KLB, dengan melakukan respons cepat dan komprehensif sehingga akhirnya berhasil mengambil langkah tepat dengan menurunnya kasus baru dan kematian.
Dalam hal ini pantauan dan pelacakan kasus di masyarakat terus dilakukan agar sedini mungkin menemukan kasus GGAPA diantaranya dengan melakukan pelaporan penyakit GGAPA atau penyakit menular lainnya melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Event Based Surveillance (SKDREBS)/ Surveilans Berbasis Kejadian (SBK) di https://skdr.surveilans.org dalam waktu kurang dari 24 jam.
Dan bila fasyankes tak miliki akun SKDR dapat melaporkannya pada Dinkes dengan mengisi Formulir Penyelidikan Epidemiologi (PE) yang dapat diunduh di https://skdr/surveilans.org dan mengirimnya ke PHEOC melalui nomor WhatsApp 087777591097 atau email poskoklb@yahoo.com atau pheoc.indonesia@gmail.com.
Dikutip laman Kemenkes Jumat (23 – 12 – 2022) kasus GGAPA di Indonesia tercatat 324 kasus. Sejak diterbitkannya Surat Edaran Kementerian Kesehatan pada 18 Oktober 2022 bagi tenaga kesehatan dan Apotek untuk menghentikan penggunaan obat sirup dan obat cair lainnya pada anak berefek penurunan kasus kematian dan kasus baru akibat GGAPA terjadi.
Guna melakukan Pencegahan Peningkatan Kasus GGAPA Nomor HK.02.02/III/3713/2022, yang ditetapkan pada 11 November 2022, Kemenkes mengeluarkan kebijakan Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair/ Sirup pada Anak.
Pada surat edaran ini diwajibkan seluruh fasilitas Kesehatan dan penyelenggara sistem elektronik farmasi (PSEF) juga toko obat diminta berpedoman pada penjelasan Kepala BPOM dalam penggunaan obat sesuai daftar yang boleh digunakan, dikecualikan dan tidak boleh digunakan.
Dijelaskan korban GGAPA yang meninggal turun sejak digunakannya antidotum Fomepizole yang diberikan gratis sebagai bagian dari terapi/pengobatan pada pasien. Dan obat ini diupayakan Kementerian Kesehatan dengan cepat dari Jepang, Singapura, dan Australia sebanyak 246 vial guna menyelamatkan pasien anak yang saat itu kebanyakan dirawat di ICU. (Red)